BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung
terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan
yaitu mengali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak
digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama
(Waluyo & Ilyas, 2003 : 4). Oleh karena itu, setiap lapisan masyarakat
harus berpartisipasi aktif agar pajak benar-benar dapat digunakan untuk kepentingan
bersama.
Total penerimaan pajak selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Dari sisi Pertumbuhan penerimaan Kanwil DJP WP Besar diketahui bahwa secara
total realisasi penerimaan pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan yaitu sebesar 80% (Anual Report, 2004 : 9). Begitu juga pada tahun
2006, target penerimaan pajak tahun 2006 ini meningkat sebesar 19,26% bila
dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun 2005. Namun, peningkatan ini
sebenarnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, pada tahun anggaran
2006 Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Wajib Pajak Besar
mempunyai tugas untuk menghimpun penerimaan pajak sebesar Rp 84.891,01 milyar.
Dari jumlah tersebut yang berhasil direalisasikan adalah sebesar Rp 75.414,59
milyar atau hanya sebesar 88,83 % dari target yang telah ditetapkan oleh
pimpinan Direktorat Jenderal Pajak (Annual Report, 2006 : 3). Hal ini juga memicu departemen keuangan
pesimistis target penerimaan negara tahun 2007 akan tercapai, sehingga
dilakukan penurunan targetan penerimaan negara dari sektor pajak untuk tahun
2007 (Aprianto, 2007).
Adanya kesenjangan antara jumlah wajib pajak (WP) yang
terdaftar dengan jumlah WP yang membayar pajak juga masih menjadi sebuah
tantangan yang harus diselesaikan. Contohnya dari total 158.000 WP di DJP
Kantor Wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kepulauan Bangka Belitung (Babel)
sepanjang bulan Januari-Juli 2007 yang telah membayar baru berjumlah 151.834
WP. Dengan perincian 5.602 WP yang mendapat Surat Teguran, 539 WP mendapat
Surat Paksa (SP), 8 WP mendapat Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan 16 WP
yang rekeningnya diblokir dan 1 WP yang mendapat pencegahan keluar negeri.
Jumlah ini tidak hanya WP badan tetapi juga wajib pajak perorangan (Bijak, 2007
: 8). Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.
Menurut Mardiasmo ada dua jenis hambatan mengapa hal
tersebut terjadi, yaitu hambatan yang berupa perlawanan pasif dan perlawanan
aktif. Perlawanan pasif berupa keengganan masyarakat membayar pajak yang
disebabkan oleh beberapa hal seperti perkembangan intelektual dan moral
masyarakat dan sistem perpajakan yang cukup sulit dipahami masyarakat.
Sedangkan, perlawanan aktif meliputi
semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan
tujuan menghindari pajak (Mardiasmo, 2003 : 8-9). Banyak usaha yang telah
dilakukan oleh dirjen pajak untuk menyelesaikan atau minimal mengurangi
hambatan ini, dari reformasi sistem dan pengawasan yang ada sampai pada
sosialisasi dan penyuluhan atau pemberian pemahaman kepada calon WP
(http://www.perbendaharaan.go.id/perben/modul/terkini/index.php?id=681).
Penyelesaian untuk hambatan-hambatan yang ada terhadap
pemungutan pajak sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab atau kerja Dirjen
pajak atau pemerintah saja, melainkan tanggung jawab bersama. Mahasiswa sebagai
calon WP sebenarnya dapat terlibat secara langsung untuk ikut menyelesaikan
hambatan ini. Atas dasar inilah maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis
ilmiah yang berjudul “Penerapan Direct Marketing Oleh Mahasiswa Dalam
Meningkatkan Kesadaran Wajib Pajak Akan
Pentingnya Pajak”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari ulasan diatas, adapun yang menjadi rumusan permasalahan
tulisan ini adalah ”Bagaimana Penerapan Direct Marketing Oleh Mahasiswa Dalam
Meningkatkan Kesadaran Wajib Pajak Akan
Pentingnya Pajak?”
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah diharapkan dapat
menjadi solusi
dalam upaya mengatasi hambatan yang terjadi pada pemungutan
pajak.
1.4. Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah :
1. Bagi
pemerintah : Sebagai salah satu alternatif metode yang digunakan untuk
meningkatkan kesadaran WP.
2. Bagi Mahasiswa
: Memberikan gambaran salah satu partisipasi yang dapat dilakukan oleh
mahasiswa dalam menyelesaikan pemasalahan bangsa khususnya pada hambatan
pemungutan pajak.
BAB II
PENGERTIAN PAJAK
2.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat yang harus dibayarkan kepada kas
negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak
dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di
Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu
direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran
masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran
rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock
Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang
langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Jadi, secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran yang harus
dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada negara berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
terlebih dahulu yang digunakan untuk pengeluraan – pengeluaran negara dalam
menjalankan pemerintahan.
2.2 Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat Dan
Pemungutannya
- Menurut golongan
Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak
yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
ke pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
- Menurut Sifat
Pajak subjektif adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya
yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan
dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai
- Menurut pemungut dan pengelolanya
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak
reklame, pajak hiburan
2.3 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan.
Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
- Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak.
- Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
- Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efesien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
2.4 Teori yang Mendasari Pemungutan Pajak
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak,
yaitu:
Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas
untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya
maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya
seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi.
Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini
banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan
asuransi.
Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak
adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan
dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan
perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini
banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan
perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan
jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru
dibebaskan dari beban pajak.
2.5 Hambatan Pemungutan Pajak
- Perlawanan pasif
Masyarakat enggan membayar pajak, dapat disebabkan antara
lain karena :
a. Perkembangan
intelektual dan masyarakat
b. Sistem
perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
c. Sistem
control tidak dapat dilakukan atau dilaksankan dengan baik
- Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
a. Tax
avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang –
undang.
b. Tax evasion,
usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang – undang
(menggelapkan pajak).
2.6 Karakteristik Mahasiswa
Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan
intelektual yang memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebutkan
ada lima fungsi kaum intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi,
menyediakan bagan-bagan nasional antar bangsa, membina keberdayaan bersama,
mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit
memandang, mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Sementara
itu, Samuel Huntington menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan
merupakan bagian yang mendorong perubahan politik yang disebut reformasi.
Menurut Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi
peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan politik. Pertama, sebagai
kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai
horison yang luas diantara masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang
paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di Universitas mahasiswa telah
mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda.
Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik dikalangan mahasiswa.
Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan
agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari. Keempat, mahasiswa sebagai
kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur
perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di
dalam kalangan angkatan muda. Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan, ada
sedikitnya tiga tipologi atau karakteristik mahasiswa yaitu tipe pemimpin,
aktivis, dan mahasiswa biasa.
Pertama, tipologi mahasiswa pemimpin, adalah individu
mahasiswa yang mengaku pernah memprakarsai, mengorganisasikan, dan
mempergerakan aksi protes mahasiswa di perguruan tingginya. Mereka itu umumnya
memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan dirinya leader
tomorrow. Mereka cenderung untuk tidak lekas lulus, sebab perlu mencari
pengalaman yang cukup melalui kegiatan dan organisasi kemahasiswaan.
Kedua, tipologi aktivis ialah mahasiswa yang mengaku pernah
aktif turut dalam gerakan atau aksi protes mahasiswa di kampusnya beberapa kali
(lebih dari satu kali). Mereka merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk
mencari pengalaman dan solider dengan teman-temannya. Mahasiswa dari kelompok
aktivis ini, juga cenderung tidak ingin cepat lulus, namun tidak ingin terlalu
lama. Mereka tidak terlalu mempersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun
pengalaman hidup perlu dicari di luar studi formalnya. Sudah barang tentu
jumlah mereka itu lebih banyak daripada kelompok pemimpin.
Ketiga, tipologi mahasiswa biasa adalah kelompok mahasiswa
di luar kelompok pemimpin dan aktivis yang jumlahnya paling besar lebih dari
90%. Sesungguhnya cenderung pada hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan
kepuasan pribadi, tidak memerlukan komitmen jangka panjang dan dilakukan secara
berkelompok atau bersama-sama. Mereka ingin segera lulus, bahkan tidak sedikit
mahasiswa yang tidak segan-segan dengan cara menerabas (nyontek, membuat
skripsi "Aspal" dan lain-lain) agar segera lulus. Apakah hal ini
merupakan indikator kurangnya dorongan prestatif di kalangan mahasiswa, masih
perlu diteliti.
Fakta
membuktikan, dinamika kehidupan bangsa dan mahasiswa pada umumnya banyak
dimotori oleh tipe pemimpin dan aktivis ini. Meskipun secara kuantitas kecil
tetapi mereka mampu menjadi pendorong dan agen utama perubahan dan dinamika
kehidupan kampus (Turmudzi, 2005). Mahasiswa tipe pemimpin dan aktivislah yang
lebih berpotensi untuk menjalankan metode direct marketing dalam upaya
meningkatkan kesadaran WP.
2.7 Kondisi Psikologis Mahasiswa
Secara
psikologis, mahasiswa sedang berada pada sebuah fase transisi dari remaja akhir
menuju dewasa awal. Pada masa ini mahasiswa mengalami perubahan yang penting
bagi perkembangan psikososialnya. Menurut Erikson perkembangan psikososial pada
usia seperti ini berada pada tahap identity versus identity confusion, yaitu
tahap dimana mahasiswa tengah mengalami pencarian identitas diri. Mahasiswa
mengacu kepada identitas yang berupa suatu prestasi atau penghargaan. Pada
tahap ini pula, terdapat kesetiaan yang sangat tinggi terhadap komunitas yang
ia ikuti, sehingga muncul rasa bangga dan pembelaan terhadap komunitas tersebut
(Erikson dalam
http://lovetoco.blogspot.com/2007/04/membentuk-komitmen-membangun-bangsa.html).
2.8 Organisasi Kemahasiswaan
Dinamika kehidupan mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari wadah
atau organisasi yang menjadi instrumen bagaimana gagasan atau program berusaha
diwujudkan, baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Organisasi
kemahasiswaan intra perguruan tinggi merupakan wahana dan sarana pengembangan
diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta
integritas kepribadian mahasiswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan tinggi.
Mengingat mahasiswa merupakan bagian dari civitas akademika
dan sebagai generasi muda dalam tahap pengembangan dewasa muda, maka dalam
penataan organisasinya disusun berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk
mahasiswa dan merupakan subsistem dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pengalaman selama ini menunjukkan, perguruan tinggi yang
telah berhasil membentuk organisasi kemahasiswaan sesuai prinsip-prinsip
tersebut cenderung akan diterima oleh para mahasiswa dan memperoleh partisipasi
secara optimal. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa kegiatan kemahasiswaan
di perguruan tinggi maupun antarkampus dapat berjalan dengan lancar.
Perlu dicatat, dewasa ini kecenderungan organisasi
kemahasiswaan yang bernuansa keilmuan dan profesi yang kegiatannya antarkampus.
Bahkan kadang-kadang berdimensi internasional cukup meningkat. Hal ini, jelas
memerlukan uluran tangan pimpinan perguruan tinggi, baik dalam aspek bimbingan
keilmuan maupun dukungan biaya yang tidak ringan. Keterlibatan ikatan profesi
senior mereka dan dunia usaha, diharapkan dapat menunjang kegiatan ini
(Isprajin Brotowibowo, 2000).
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan
Metode yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah
metode studi pustaka atau Library Research. Metode Studi pustaka adalah
mengambil dan mengkaji teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas pada karya tulis ini berupa, tinjauan, sintesis atau ringkasan dan
kepustakaan.
Ruang lingkup kegiatan studi pustaka pada karya tulis ini
adalah mencakup kegiatan–kegiatan seperti mencari, mempelajari dan menganalisa
literatur-literatur yang relevan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah data sekunder berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah
disusun dalam arsip (data dokumenter yang dipublikasikan atau yang tidak
dipublikasikan). Data sekunder dalam penulisan ini meliputi literatur dari
perpustakaan, internet serta sumber-sumber data sekunder lainnya.
3. 2 Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan dari jenis data diatas, maka dalam penelitian
ini teknik pengumpulan data/ informasi yang digunakan adalah:
- Studi literatur yaitu mencari data dengan membaca dan mempelajari sumber-sumber bacaan berupa buku-buku, majalah, artikel, makalah seminar, tabloid maupun surat kabar yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dibahas.
- Intuisi subjektif, yaitu melibatkan pendapat penulis terhadap masalah yang sedang dibahas. Dalam hal ini pembahasan masalah dan analisis permasalahan terbatas pada kemampuan penulis berdasarkan wawasan dan pustaka yang dimiliki penulis.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah kita mempelajari makalah ini dapat kita simpulkan
bahwa membayar pajak merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh setiap
warga negara.Ini dikarenakan bahwa dengan membayar pajak, pembangunan di negara
ini bisa terlaksana.Dan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab wajib
melakukannya dengan baik dan membayar secara tepat.
4.2 Saran
Mahasiswa diharapkan tidak hanya memiliki kewajiban teori
saja tetapi diharapkan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari hari. Dengan
karekteristik dan fungsi mereka yang mayoritas diterima masyarakat memiliki
potensi yang tinggi untuk dapat memberikan pengetahuan kepada Wajib Pajak akan
pentingnya pajak. Oleh karena itu, diharapkan bagi instansi terkait agar mampu
memfungsikan mahasiswa sebagai calon wajib pajak dalam membantu menyelesaikan
permasalahan khususnya dalam hal sosialisasi pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar